The Only Living Earth : Destiny or By Chance ?
Submitted by kavee on 7 January, 2010 - 13:20.
Namun demikian, meskipun telah lebih dari 20 tahun teleskop-teleskop radio dengan piringan parabola lebar itu diarahkan ke segenap penjuru langit, tak ada satu “beep” pun terbaca atau “terdengar” di layar monitor yang dipasang 24 jam selama puluhan tahun itu. Harapannya, “beep” itu adalah salam pembuka dari makhluk cerdas di luar Bumi (ETI) yang menyapa para manusia yang sangat berharap disapa. “Kalau ETI itu suatu hal yang umum di Alam Semesta, mengapa tak pernah ada kontak ?” Pertanyaan ini terkenal sebagai Fermi paradox. “If the universe is teeming with aliens, where is everybody” (Webb, 2002). Sampai Carl Sagan sendiri meninggal pada tahun 1996, belum ditemukan tanda-tanda adanya kontak dengan ETI. Program SETI pun mulai dilecehkan kebanyakan orang, bahkan sebuah iklan minuman memanfaatkan radio telescope itu. Dua anak muda naik ke piringan parabola teleskop sambil minum minuman bersoda. Lalu mereka berserdawa “bluuurrrppp” yang segera tertangkap di layar monitor para astronom dan menimbulkan kehebohan luar biasa di antara para peneliti sebab dikiranya ada kontak dengan ETI, padahal itu suara gas dari perut si anak muda di atas radio teleskop (huh...). Dana penelitian SETI pun otomatis berkurang dan kurang populer lagi, apalagi pembela utamanya telah tiada.
Kehidupan kompleks memerlukan air dalam keadaan cair seperti di lautan dan danau. Karenanya, planet harus berada pada jarak yang tepat dari bintangnya (Goldilocks Principle, Hart-1979, “Habitable Zone around Main Sequence Stars, Icarus, No. 37). Planet tidak boleh terlalu dekat atau terlalu jauh terhadap bintangnya. Mengacu kepada Matahari dan Bumi, maka jarak yang aman untuk zone kehidupan kompleks adalah pada indeks 0,95 – 1,15 SA (satuan astronomi, 1 SA = jarak Matahari-Bumi = 150 juta km). Jarak habitable zone ini pun berevolusi bergantung kepada tipe dan umur bintangnya. Pada saat bintang dalam tahap/sekuen red giant (si raksasa merah) atau white dwarf (bajang putih) jarak habitable zone-nya akan berlainan. Bintang yang tipenya panas (bukan menengah seperti Matahari) biasanya berumur pendek, dan akan menjadi red giant dalam waktu “hanya” 1 Ga (1 miyar tahun). Belajar dari Bumi, periode 1 milyar tahun bukanlah waktu yang cukup untuk evolusi sampai kepada makhluk seperti manusia (paling tidak perlu 3,5 Ga). Red Giant pun bintang yang mengembang menjadi raksasa yang akan menelan planet-planet di dekatnya, jelas tak akan mendukung kehidupan kompleks. Tipe bintang yang cocok untuk mendukung kehidupan adalah bintang-bintang dari kelas F7 – K1 (bintang-bintang dikelompokkan menjadi kelas O, B, A, F, G, K, M –klasifikasi Morgan-Keenan dari yang paling panas sampai paling dingin). Matahari kita kelas G. Dan di Bima Sakti hanya ada 9 % bintang kelas Matahari (G).
No comments:
Post a Comment